Residu Antibiotika
Residu ialah senyawa asal dan atau metabolitnya yang terdapat dalam jaringan produk hewani dan termasuk residu hasil uraian lainnya dari obattersebut. Semua cara dukungan antibiotika sanggup menjadikan terjadinya residudalam pangan asal binatang seperti, daging susu dan telur (Phillips et al., 2004).
Perhatian besar telah diperlihatkan selama 40 tahun mengenai adanyaresidu antibiotika pada daging ayam di Amerika Serikat. Menurut Adam (2002)residu antibiotika terjadi akhir penggunaan antibiotika untuk kontrol ataumengobati penyakit nanah tidak memperhatikan waktu henti obat, penggunaanantibiotika yang melebihi takaran yang dianjurkan, penggunaan antibiotika sebagaifeed additive dalam pakan hewan.
Pada pangan asal binatang residu meliputisenyawa asal yang tidak berubah (nonaltered parent drug), metabolit dan ataukonyugat lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksikdibandingkan senyawa asalnya, namun beberapa diketahui lebih toksik (Phillips,2004 dan Bahri et al., 2005).Faktor-faktor yang menghipnotis distribusi obat dalam badan (fasefarmakokinetika) yaitu, perfusi darah melalui jaringan, kadar gradien, pH danikatan zat dengan makromolekul, partisi ke dalam lemak, transpor aktif, barier(sawar) dan ikatan obat dengan protein plasma atau jaringan (Anief, 1990 danAdam 2002).
Secara umum fase farmakokinetik obat dipengaruhi oleh: keragaman dalam satu spesies, perbedaan spesies, interaksi antar obat,faktorfaktor biofarmasetik, keberadaan kinetika non linear dan penyakit. Pakanyang mengandung antibiotika akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalamtubuh ternak, meskipun dalam jumlah yang kecil dampak yang ditimbulkan tidaksecara eksklusif tetapi akan berefek kronis dan tetap berada dalam badan ternak(Adam, 2002).
Senyawa induk dan metabolitnya sebagian akan dikeluarkan dari tubuhmelalui air seni dan feces, tetapi sebagian lagi akan tetap tersimpan di dalam jaringan (organ tubuh) yang disebut sebagai residu. Jika pakan yang dicampurantibiotika secara terus menerus, maka residu antibiotika tersebut akanterakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang bervariasi antara organtubuh (Bahri et al, 2005).
Antibiotika yang paling sering dideteksi dalam dagingyaitu, penisilin (termasuk ampisilin), tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin danoksitetrasiklin), sulfonamida (termasuk sulfadimethoksin, sulfamethazin dansulfamethoksazol), neomisin, gentamisin dan streptomisin (Phillips et al., 2004).Residu dari semua jenis obat binatang paling tinggi terdapat dihati dan ginjaldibandingkan pada jaringan otot. Hasil analisis menawarkan bahwa kadar residu beberapa antibiotika berbeda pada jaringan berbeda dalam badan ayam.
Secarafarmakokinetik sanggup dijelaskan mengenai metabolisme dan distribusi jenis obat pada binatang yang berbeda, pada fase ini juga sanggup diperkirakan waktu henti obatuntuk menghilangkan kadar obat pada jaringan yang berbeda (Adam, 2002).Menurut Anthony (1997), dampak negatif keberadaan residu antibiotika yaitu, reaksi alergi, toksisitas, menghipnotis tumbuhan usus, respon immun, resistensiterhadap mikroorganisme, dampak terhadap lingkungan dan ekonomi.
Perhatian besar telah diperlihatkan selama 40 tahun mengenai adanyaresidu antibiotika pada daging ayam di Amerika Serikat. Menurut Adam (2002)residu antibiotika terjadi akhir penggunaan antibiotika untuk kontrol ataumengobati penyakit nanah tidak memperhatikan waktu henti obat, penggunaanantibiotika yang melebihi takaran yang dianjurkan, penggunaan antibiotika sebagaifeed additive dalam pakan hewan.
Pada pangan asal binatang residu meliputisenyawa asal yang tidak berubah (nonaltered parent drug), metabolit dan ataukonyugat lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksikdibandingkan senyawa asalnya, namun beberapa diketahui lebih toksik (Phillips,2004 dan Bahri et al., 2005).Faktor-faktor yang menghipnotis distribusi obat dalam badan (fasefarmakokinetika) yaitu, perfusi darah melalui jaringan, kadar gradien, pH danikatan zat dengan makromolekul, partisi ke dalam lemak, transpor aktif, barier(sawar) dan ikatan obat dengan protein plasma atau jaringan (Anief, 1990 danAdam 2002).
Secara umum fase farmakokinetik obat dipengaruhi oleh: keragaman dalam satu spesies, perbedaan spesies, interaksi antar obat,faktorfaktor biofarmasetik, keberadaan kinetika non linear dan penyakit. Pakanyang mengandung antibiotika akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalamtubuh ternak, meskipun dalam jumlah yang kecil dampak yang ditimbulkan tidaksecara eksklusif tetapi akan berefek kronis dan tetap berada dalam badan ternak(Adam, 2002).
Senyawa induk dan metabolitnya sebagian akan dikeluarkan dari tubuhmelalui air seni dan feces, tetapi sebagian lagi akan tetap tersimpan di dalam jaringan (organ tubuh) yang disebut sebagai residu. Jika pakan yang dicampurantibiotika secara terus menerus, maka residu antibiotika tersebut akanterakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang bervariasi antara organtubuh (Bahri et al, 2005).
Antibiotika yang paling sering dideteksi dalam dagingyaitu, penisilin (termasuk ampisilin), tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin danoksitetrasiklin), sulfonamida (termasuk sulfadimethoksin, sulfamethazin dansulfamethoksazol), neomisin, gentamisin dan streptomisin (Phillips et al., 2004).Residu dari semua jenis obat binatang paling tinggi terdapat dihati dan ginjaldibandingkan pada jaringan otot. Hasil analisis menawarkan bahwa kadar residu beberapa antibiotika berbeda pada jaringan berbeda dalam badan ayam.
Secarafarmakokinetik sanggup dijelaskan mengenai metabolisme dan distribusi jenis obat pada binatang yang berbeda, pada fase ini juga sanggup diperkirakan waktu henti obatuntuk menghilangkan kadar obat pada jaringan yang berbeda (Adam, 2002).Menurut Anthony (1997), dampak negatif keberadaan residu antibiotika yaitu, reaksi alergi, toksisitas, menghipnotis tumbuhan usus, respon immun, resistensiterhadap mikroorganisme, dampak terhadap lingkungan dan ekonomi.